Tuesday, April 10, 2012

SATU NEGERI, DUA RAJA

Judul tulisan ini pas sekali buat keadaan Indonesia sekarang ini.  Betapa tidak. Sesuai konstitusi, sistem pemerintahan kita berdasarkan pada prinsip presidential. Artinya, segala urusan pemerintahan ada di tangan presiden. Presidenlah yang bertanggungjawab. 


Tetapi itu tidak berarti bahwa presiden bisa dan boleh semaunya. Ada kekuasaan lain yang mengawasi tindak tanduk presiden, yakni DPR (sebagai manifestasi kedaulatan rakyat). Selain itu ada pula DPD, MA dan MK.


Sama seperti DPR, DPD juga dipilih oleh rakyat. Namun dalam sistem politik kita kini, DPD mempunyai peranan yang khas dan terbatas bila dibandingkan dengan DPR. Kekuasaan MA dan MK lebih terbatas lagi, karena keanggotaan kedua lembaga ini dipilih oleh DPR.


Penyimpangan yang dilakukan oleh para presiden di masa Orde Lama dan Orde Baru mengingatkan rakyat akan perlu adanya pembatasan atas kekuasaan presiden. Timbullah reformasi dalam sistem pemerintahan kita.

Maka, kekuasaan DPR diperluas. Maksudnya, tentu, agar rakyat lebih efektif mengawasi presiden, sehingga presiden tidak lagi bisa menyalahgunakan kekuasaannya.

Tetapi apa yang terjadi?  Dengan kekuasaan legislatif yang semakin luas itu, pemerintahan menjadi tidak efektif. Presiden harus sering-sering meminta persetujuan DPR untuk kebijakannya. Masalah kenaikan harga BBM usulan pemerintah, yang hangat akhir-akhir ini, merupakan sebuah contoh yang masih segar dalam ingatan kita. 


Contoh lain yang lebih 'kecil', tidak ada seorang dutabesar pun bisa diangkat oleh presiden tanpa persetujuan DPR.


Faktanya memang presiden sering tersandera oleh DPR. Selain itu, presiden juga sering 'difetakompli'. Dalam hal ini presiden, mau tidak mau, suka tidak suka, harus menandatangani RUU yang telah disetujui DPR selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari. 

Untuk menghilangkan suasana sandera menyandera ini, maka dibentuklah Setgab partai-partai pendukung pemerintah. Tujuannya memang baik, namun dampak negatifnya tidak diperhitungkan. Politik dagang sapi menjadi semakin marak.


Oleh sebab itu, Setgab bukanlah obat mujarab bagi sistem presidensial. Alih-alih melepaskan diri dari jerat sandera, presiden malah tergantung kepada Setgab.


Jadi, apa yang salah? Sistem politik kitalah yang salah. Dengan sistem politik seperti sekarang, Republik ini benar-benar menjadi sebuah negeri yang diperintah oleh dua raja: Presiden dan DPR!

Konstitusi memberlakukan sistem presidensil, tetapi yang berjalan adalah sistem parlementer. Kenyataan ini disebabkan oleh sistem kepartaian yang kita terapkan tidak mendukung sistem pemerintahan yang bersifat presidensial.

Sampai saat ini kita masih mempraktekkan sistem banyak partai yang memang lazim ada dalam sistem parlementer. Padahal yang dibutuhkan oleh sistem pemerintahan presidensial adalah sistem kepartaian dengan partai yang dibatasi jumlahnya. Dalam kaitan ini, dua partai adalah jumlah yang ideal.


Saya memahami semangat para reformis yang ingin mengawal pelaksanaan kekuasaan presiden. Kita memang sudah kapok dengan abuse of power yang pernah terjadi. Namun sistem multi-partai bukanlah sebuah jalan keluar yang pas untuk mengatasi keadaan seperti itu.


Menurut hemat saya, boleh-boleh saja presiden mempunyai kekuasaan yang dominan. Tetapi kekuasaan yang dominan ini harus disandingkan dengan  kekuasaan rakyat, di luar masa pemilihan umum, untuk menghukum presiden yang keluar dari rel konstitusi. 

Kedaulatan rakyat harus dimanifestasikan dalam hak impeachment atau pemakzulan terhadap presiden. Proses pemakzulan jangan dibuat berbelit-belit. Cara yang berbelit-belit ini justru akan memacetkan sistem politik, sehingga menyengsarakan rakyat.

Untuk menyimpulkan, yang ingin saya katakan adalah bahwa kita gagal meniru sistem presidensial dan semangatnya sebagaimana yang hidup di Amerika Serikat. Akibatnya, runyam. Kita berjalan maju mundur, tidak terarah. Tertatih-tatih.


Kenyataan ini membuat saya harus memuji orang Jepang. Orang Indonesia tidak sebaik orang Jepang. Kita semua tahu itu. Tetapi belajarlah dari mereka. 

Pelajari bagaimana orang Jepang meniru barang dari luar negerinya dan kemudian mereka memproduksi barang yang lebih baik dari aslinya. Itu saja.---


No comments:

Post a Comment