Tuesday, March 27, 2012

TENTANG PEMINDAHAN IBUKOTA

Perkara pemindahan ibukota dari Jakarta ke tempat lain, muncul tenggelam dalam beberapa tahun terakhir ini. Yang terakhir isu ini diangkat oleh Ketua MPR, Taufik Kiemas, saat berkunjung ke Palangkaraya beberapa hari yang lalu.

Sudah kita ketahui bersama, Palangkaraya, ibukota Kalimantan Tengah, adalah salah satu kota calon pengganti Jakarta. Konon, Presiden Soekarno yang pertama kali mengusulkan gagasan ini. Tidak hanya mengusulkan, Bung Karno bahkan mengarsiteki kota Palangkaraya agar planologinya pas untuk sebuah ibukota negara.

Namun tidak semua orang sepaham dengan Bung Karno. Di masa Orde Baru, dan terutama lagi dalam 2 tahun terakhir ini, ada pemikiran untuk memindahkan ibukota dengan membangun sebuah kota yang benar-benar baru, yang tidak jauh letaknya dari Jakarta.

Mengapa ibukota harus dipindahkan dari Jakarta? Mengapa Jakarta tidak pas menjadi ibukota Republik Indonesia?

Bung Karno mendasarkan pendapatnya pada landasan geografi. Dia mau ibukota negara terletak di tengah-tengah ruang geografi Indonesia, sehingga memudahkan semua orang, dari ujung Timur sampai ujung Barat, untuk menjangkaunya. Di mata dia, Palangkaraya-lah yang paling memenuhi syarat untuk itu.

Pandangan yang lain berpendapat bahwa Jakarta sudah berkembang menjadi kota bisnis yang sangat besar, sehingga tidak nyaman lagi untuk menjadi sebuah ibukota negara. Jakarta sudah terlalu padat dengan lalulintasnya yang selalu macet. Agaknya Washington dan Canberra yang menjadi acuan mereka. Namun pendudukung gagasan ini tidak setuju kalau ibukota dipindahkan  ke kota lain di Pulau Jawa, yang jauh dari Jakarta. Maklum, bisa menimbulkan masalah politik baru.

Kedua pandangan atau alasan di atas, menurut hemat saya, tidaklah cukup untuk menyebabkan bangsa ini mengungsikan ibukota dari Jakarta. Alasan Bung Karno tidak kuat, karena mana ada sih (sepengetahuan saya) di dunia ini lokasi ibukota dari suatu negara dengan wilayah yang luas, benar-benar terletak di tengah-tengah lingkup geografinya? Lagi pula, lokasi seperti itu pun sekarang ini sudah tidak lagi relevan, karena sistem komunikasi dan transportasi kita yang sudah berkembang begitu pesat. 

Saya juga tidak melihat validitas argumentasi kedua. Sebab, Jakarta bukanlah satu-satunya kota di dunia yang menjadi ibukota negara yang sekaligus juga berfungsi sebagai "ibukota" bisnis. Sebut saja beberapa: Tokyo, Seoul, London, Paris, dan lain-lain.

Sebaiknya kita tidak lari dari persoalan yang pada ujungnya justru menimbulkan permasalahan yang lain lagi. Pasti, pemindahan ibukota ke lokasi lain akan membawa konsekuensi dana yang sangat besar. Pada saat ini saya yakin Indonesia tidak akan dapat memenuhinya. Antara lain, Pemerintah harus membangun fasilitas-fasilitas administrasif dan politik yang baru. Ibukota yang baru itu pun tidak mungkin eksis tanpa pembangunan fasilitas-fasilitas sosial dan budaya. Bayangkan bagaimana besarnya dana yang diperlukan. Mampukah kita?

Di satu pihak, memindahkan ibukota ke Palangkaraya akan menyebabkan mobilitas tinggi antara kota itu dengan kota-kota lain di Jawa. Sebab sebagian besar politisi kita berasal dari Jawa. Untuk ini biaya yang mudah terlihat dan yang tidak terlihat, juga akan besar sekali.

Di lain pihak, memindahkan ibukota ke lokasi baru yang tidak jauh dari Jakarta, seperti Jonggol misalnya, juga tidak menyelesaikan masalah. Dalam hal ini saya percaya para politisi kita akan tetap mempertahankan domisili mereka di Jakarta, sehingga lalu lintas antara kedua kota itu akan padat juga.

Jadi bagaimana penyelesaiannya? Ibukota kita sebaiknya tetap berada di Jakarta. Namun kita perlu menyelesaikan beberapa "masalah Jakarta" agar kota ini nyaman untuk dijadikan ibukota negara. Saya percaya bahwa masalah ini  akan dapat kita selesaikan dengan cepat dan baik, kalau memang ada kemauan politik.

Dalam kaitan ini, Jakarta harus tetap menjadi ibukota negara, tetapi tidak boleh lagi berfungsi sebagai ibukota bisnis. Pembangunan ekonomi dan kegiatan bisnis harus disebarkan (kalau mungkin) ke seluruh daerah. Indonesia harus mempunyai banyak ibukota bisnis, jangan tunggal seperti sekarang. Tentu saja langkah ini akan membuat tersedot dan mengalirnya sumber daya manusia Indonesia ke berbagai penjuru tanah air.

Kalau hal ini dapat kita lakukan, saya jamin, penduduk Jakarta akan sangat berkurang. Jakarta akan kembali menjadi kota yang nyaman dihuni seperti tahun 1950an-1980an. Jalanan tidak lagi macet seperti sekarang, sementara fasilitas seperti air dan listrik akan mudah dipenuhi oleh Pemerintah Jakarta. Ini semua karena jumlah penduduknya yang berkurang itu.

Tidak percaya? Silakan coba.---




 


1 comment:

  1. Ya gak bisa dong indonesia dengan jakartanya disamakan dengan jepang dengan tokyonya atau UK dengan londonnya. Lain bro.
    Itu kan pendapat Soekarno, kenapa harus divalidasi dengan negara lain? Biarlah kita Nusantara Indonesia.
    Brasilia, Almaty, Canberra, Putrajaya memang tak berada d tengah. Tapi mereka bisa "move on".
    Pun Washinton DC, tapi kota ini mampu menjadi "kota bebas terbatas" dan khusus untuk wilayah pemerintahan pusat /federal district. Jakarta? Jelas. Gagal menjadi Daerah Khusus Ibukota.

    ReplyDelete